Sabtu, 18 Desember 2010

kasus MK

Sabtu, 18/12/2010 17:17 WIB
Kasus Suap MK, Refly Ingin Jadi yang Pertama Dipanggil KPK 
Mega Putra Ratya - detikNews


Jakarta - Kasus dugaan suap di tubuh Mahkamah Konstitusi (MK) sudah masuk tahap penyelidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Refly Harun pun mengungkapkan keinginannya untuk menjadi yang pertama dimintai keterangan oleh KPK.

"Saya justru malah pengen dipanggil duluan karena saya berharap secepat-cepatnya. Saya kira wasit yang terbaik di KPK saja. Jadi semua diungkap di KPK. Menurut saya kita dorong KPK bekerja sebaik-baiknya dan sekencang-kencangnya," ujarnya.

Hal tersebut diutarakannya di sela-sela acara Workshop Fraksi PD yang bertajuk 'Menata Kembali UU Politik Menuju Pemilu 2014' di Hotel Twin Plaza, Jl S Parman, Jakarta Barat, Sabtu (18/12/2010).

Refly menyebutkan masuknya kasus tersebut ke tahap penyelidikan sebagai kabar baik. KPK, menurutnya, sudah menindaklanjuti rekomendasi yang diberikan tim investigasi MK.

"Rekomendasi tim itu agar dibentuk majelis kehormatan hakim. MK rupanya memulainya dengan membentuk panel etik  tapi hanya untuk satu kasus saja. Sementara kasus yang kita usulkan kan ada dua," jelasnya.

"Yang kedua, tim merekomendasikan ke penegak hukum terutama KPK. Yang ini kan kita kaitkan dengan laporan kita tentang dugaan penyuapan atau pemerasan yang melibatkan salah satu hakim konsitusi, Panitera pengganti dan keluarga hakim," lanjutnya.

Refly sempat ditanya apakah ada upaya merusak citra MK atau Mahfud MD lewat kasus dugaan suap. Lalu dia menjawab agar jangan berspekulasi pada isu-isu yang tidak jelas.

"Sejak awal kita memperbaiki, menjaga MK sebaik-baiknya. Jangan dibelokkan menjadi isu yang macam-macam," tuturnya

yogyakarta

Sabtu, 18/12/2010 18:10 WIB
RUUK Yogyakarta
Sofian Effendi: Demokrasi Londo Tak Cocok untuk Yogyakarta 
Bagus Kurniawan - detikNews



Yogyakarta - Mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof Dr Sofian Effendi, menilai demokrasi model barat belum tentu cocok diterapkan di Indonesia. Salah satunya dalam kasus Rancangan Undang Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta saat ini terutama masalah kontroversi penetapan atau pemilihan untuk pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur.

Menurut Sofian, demokrasi pada dasarnya merupakan sistem pemerintahan yang disenangi rakyatnya, sehingga rakyat taat pada pemerintah. Namun, ada kekeliruan dalam konstitusi di Indonesia. Yaitu, penyusunannya tidak berakar pada budaya masyarakat. Sebaliknya mencontoh langsung sama persis budaya asing tersebut.

"Kenapa kita harus pakai demokrasi cara Londo (Belanda atau barat), yang belum cocok dengan kondisi sosial masyarakat Yogyakarta. Ini salahnya," ungkap Sofian dalam pertemuan dengan DPD RI dan DPRD DIY untuk membahas RUUK Yogyakarta di gedung DPRD DIY di Jl Malioboro, Sabtu (18/12/2010).

Menurut dia, hak atas keistimewaan DIY yang telah diberikan itu bukan hanya kepada pimpinan daerah, namun kepada daerah dan seluruh rakyat di daerah tersebut. Namun, pemerintah saat ini cenderung untuk mereduksi keistimewaan hanya dalam ranah penetapan/pemilihan kepala daerah saja.

Dalam pertemuan selama lebih kurang 3 jam itu, dihadiri anggota DPRD DIY, anggota Komite I DPD RI yang dipimpin Dani Anwar, adik Sultan HB X, GBPH Joyokusumo serta sejumlah tokoh masyarakat cendekiawan dan budayawan.

Sabtu (18/12) pagi melakukan pertemuan dengan DPRD DIY, membahas usulan draf RUUK DIY dari DPD RI. Turut hadir di dalam kesempatan ini, para budayawan, cendekiawan, dan tokoh masyarakat dari Yogyakarta.

Sementara itu, menurut Achiel Suyanto, seorang praktisi hukum di Yogyakarta, pemerintah bisa terkena impeachment karena melanggar konstitusi. Menurut dia, usulan adanya gubernur utama itu jelas tidak dikenal dalam konstitusi Indonesia.

"Ini jelas melanggar dan pemerintah bisa diimpeachment," katanya.

Saat menanggapi hasil pertemuan itu, Dani Anwar mengatakan DPD RI yakin dengan pernyataan dan ungkapan warga Yogyakarta selama ini yang menginginkan penetapan gubernur dan wakil gubernur DIY. Oleh karena itu pihaknya bersemangat untuk merealisasikan konsep RUUK DIY.

"Kasus RUUK Yogyakarta sudah merupakan pertarungan gengsi sehingga bisa mempertaruhkan apapun. Bukan lagi akademis," ujar dia.